Akhirnya Yuzu-chan posting Admiring You nih, kasih trailer
dikit lah :')
Admiring
You (short fanfiction by: EgoistYuzuriha)
Rated : M (for some reason)
Pairing : Rio x Lintar, Gabriel x Obiet
!alert : this contain a boy x boy theme, if you don't like don't read!
Lihatlah kearahnya; tubuhnya tinggi, wajahnya tampan,
suaranya pun indah merdu menghanyutkanmu dalam setiap bait nada lagu yang ia
nyanyikan. Sedangkan aku? Kecilpun iya, wajahku juga tak tampan sepertinya,
apalagi suaraku juga tak seindah miliknya dan tidak mungkin bisa menandingi
dirinya. Lalu apa yang membuatku bisa sampai di sini? Aku sendiri pun tak tau
apa yang bisa membuatku bisa sampai di Grand Final Idola Cilik 3 bersamanya.
Meski saat ini kami adalah rival, diam diam aku mengagumi
sosok itu. Sosok yang menjadi panutanku untuk tetap membuatku maju.
ADMIRING YOU 1
"Tar, Lintar!" panggil Rio merangkul Lintar dengan
tiba-tiba. Namun, tangan itu segera ditepis oleh pemiliknya karena tidak suka
jika ada seseorang yang merangkulnya. Sambil menatap matanya yang bulat itu,
Rio hanya memperlihatkan sebuah senyuman kecil dari bibirnya, membuat Lintar
hanya terdiam melihatnya, "mau kemana? Latihan kan?" tanyanya lagi.
"Bukannya masih istirahat?" tanya Lintar tidak
percaya; mengingat kak Uchi baru saja mengatakannya 10 menit yang lalu pada
Lintar. Benar. Dua hari lagi adalah Grand Final Idola Cilik 3. Penentuan
terakhir dari peperangan diantara kedua cowok itu telah membuat keduanya mau
tidak mau harus nonstop berlatih untuk acara tersebut.
"Yeee, dibilangin gapercaya," kata Rio menarik
tangan Lintar dan berjalan berbalik arah, "yuk ah caw balik ke
ruangan,"
"Gausah narik narik," Lintar melepaskan tangannya
dari genggaman tangan Rio. Sementara Rio hanya tersenyum dan kembali berjalan
namun kali ini malah menarik baju Lintar, membuat cowok yang ditarik bajunya
itu jadi marah dan kesal, "Gak usah narik narik kan aku bilang!" kata
Lintar lagi melepaskan cengkraman tangan Rio dari bajunya.
"Kalo gak ditarik, lonya pasti gak percaya dan gak
mau," ucap Rio menjulurkan lidahnya sambil dengan wajah mengejek,
sementara Lintar hanya diam membuang muka saja karena tidak mau menanggapi.
Kedua lelaki itu akhirnya berjalan masuk kembali ke ruangan
kak Uchi. Dilihatnya beberapa anak Idola Cilik tengah berada di sana terlihat
sedang menunggu dengan wajah malas, bagaimana tidak? Mereka sudah mengorbankan
waktu istirahat mereka untuk latihan, sementara kak Uchi sendiri juga malah
tidak ada di ruangan itu, membuat mereka semakin kesal saja.
"Nih udah gua bawa Lintarnya," kata Rio kemudian
menutup pintu. Lintar melihat kearah para anggota Icil Divo disana,
"ngapain berdiri? Latian!" kata Rio mendorong Lintar untuk berjalan.
"Gausah didorong juga kali, io" kata Alvin
mendekat kearah mereka berdua. Lintar menatap cowok bertampang chinese itu dan
berakhir diam memalingkan wajahnya.
"Latihan lagi?" tanya Lintar pada yang lain.
"Iya nih, katanya istirahatnya nanti," ucap Patton
berwajah kesal, "aaaa~! Pengen istirahaaa~t!" teriaknya melengking di
mic membuat sebuah suara 'ngiiiiing' dari mic tersebut. Untunglah semua orang
segera menutup telinganya sebelum suara itu bisa membuat telinga mereka
berdengung kuat.
"Biasa aja kali Ton-_-" Cakka duduk di karpet
bersama dengan Kiki di sebelahnya yang hanya memperhatikan mereka semua,
"Terus, kak Uchi nya mana coba?" tanya Debo
akhirnya ikut duduk di sebelah Kiki.
"Nggak tau tuh, carilah yuk!" kata Irsyad berdiri
dan mengangkat tangan Cakka juga Obiet, "temenin nyaariin! Tadi dia yang
nyuruh kita kesini tauk!" Irsyad berhasil membangunkan kedua temannya itu.
"Ikut dong~" ucap Gabriel merangkul Obiet sambil
tersenyum senang, membuat cowok polos yang dirangkulnya itu hanya bisa terdiam
merasakan tangan Gabriel yang erat memegangnya. Tanpa berpikir panjang atau
menunggu lama lagi, akhirnya keempat lelaki itu pun pergi dari ruangan itu dan
kini hanya menyisakan Alvin, Rio, Lintar, Kiki, Patton juga Debo yang saling
diam.
"Cie, yang besok Grand Final," ujar Patton melihat
kearah Rio yang sedang bermain handphone miliknya bersama Alvin dan kemudian
melihat kearah Lintar yang terdiam melihat ke kertas lirik lagu Symphoni Cinta
milik Chrisye, "kalian tuh sesama finalis kok kayak orang musuhan
sih?" tanya Patton lagi terlihat kesal melihat atmosfir diantar Rio dan
Lintar yang tak bersahabat.
"Asa aku sama Patton nggak sebegitunya," ujar Debo
kemudian membuka chitato yang dikeluarkan dari dalam tasnya, "ya gak
Ton?" tanya Debo meyakinkan sambil menatap Patton, yang ditanya mengangguk
saja, "serius amat sih kalian, udahlah, pasti juri juga udah tau siapa
pemenangnya, woles aja, yang penting tampilin yang terbaik aja" lanjut
Debo menyarankan.
"Iya makanya… eh, minta!" Patton mengambil chitato
rasa barbeque itu dari tangan Debo dengan bringas.
"Chitato lah!" Rio melihat kearah chitato milik
Debo dengan mata bersinar, "mau dong~!" teriaknya senang mengambil
chitato tersebut, "sebenarnya kita biasa aja kok, ya gak Tar?" tanya
Rio kemudian duduk di sebelah Lintar merangkul lelaki yang masih menatap kearah
kertas lirik lagu tersebut.
"Hmm…?" Lintar melihat ke sekelilingnya dan kaget
mendapati muka Rio yang begitu dekat dengannya, "apaan?" tanyanya
kemudian berdiri dan menjauhi lelaki itu. Melihat reaksi lelaki itu yang
seperti tak ingin di dekatnya, Rio hanya menghela nafas saja sambil menjawab,
"Nggaaaakk…" kata Rio kemudian kembali berdiri dan
duduk di sebelah Alvin, mengambil paksa handphone miliknya dan bermain kembali
dengan wajah kesal, membuat Kiki hanya tersenyum geli melihat tingkah kedua
anak itu.
"Gimana kalo kita-…!" belum selesai Debo
berbicara, pintu didepannya terbuka dan memperlihatkan sosok perempuan paruh
baya bergaya muda disana, tersenyum pada mereka semua. Dibelakangnya terlihat
Irsyad, Cakka, Obiet dan Gabriel mengekorinya, "yaaaah~" desah Debo
kecewa.
"Ayo semua yok, kumpul dulu sini!" kak Uchi
memberi arahan kepada kesepuluh lelaki yang berada di tempat itu, "maaf ya
ngambil waktu istirahat kalian, nanti kak Uchi ada perlu soalnya, kalian boleh
langsung pulang habis ini," ujarnya sambil duduk di depan keyboard
miliknya.
"Lagu apa kak?" tanya Cakka bersemangat.
"Simfoni Cinta, yuk mulai yuk," kak Uchi memainkan
lagu Simfoni Cinta karya Chrisye dengan keyboard miliknya. Kemudian menatap
Gabriel sambil memberi aba-aba pada lelaki itu.
"Alun sebuah simfoni…." Suara Gabriel memulai
lagu.
...
...
"Lo itu benci gua apa gimana sih?" tanya Rio
tiba-tiba saat ia berjalan kembali ke kamar bersama dengan Lintar di sebelahnya
setelah selesai berlatih vokal barusan, "yaaaa, gak papa sih kalo lo gak
suka," lanjut Rio sambil kedua tangannya di taruh di belakang kepalanya,
senyuman jahil lagi lagi menghiasi wajahnya. Entah apa yang dipikirkannya.
"Memangnya kenapa?" tanya Lintar pelan,
"Hah? Lo tanya apa Tar?" tanya Rio mendekatkan
dirinya pada Lintar, padahal ia mendengar jelas apa yang ditanya Lintar
barusan. Tapi sepertinya kejahilan dalam dirinya membuatnya sengaja bertanya
seperti itu pada cowok bernama lengkap Halilintar itu.
"Memangnya kenapa?!" tanya Lintar dengan nada kuat
dan sampai berhenti berjalan hanya untuk menatap lelaki di belakangnya itu,
sementara Rio hanya cengengesan saja melihatnya. Melihat Rio yang seperti itu,
Lintar hanya bisa berdecak sambil menatapnya kemudian berjalan kembali.
"Eh, nggaaaak…" kata Rio kemudian merangkul Lintar
dan menariknya paksa berjalan di sebelahnya, "Lo lucu banget sih,
Tar," gumam Rio sambil menjawil pipi Lintar dengan sengaja. Mendengar itu,
Lintar segera menepis tangan Rio dengan wajah sedikit memerah.
"Rio! Lintar!" teriak seseorang dari arah belakang
membuat mereka berdua membalikkan badannya dan melihat siapa pemilik dari suara
yang memanggil nama mereka berdua itu. Alvin berlari kecil menghampiri mereka
dan sampai diantara mereka berdua, "Oi!" Alvin mengajak Rio tos versi
mereka berdua dengan bahagia, membuat Lintar merasakan dadanya sedikit sakit
melihat senyuman bahagia di wajah Rio.
"Aku duluan ya," kata Lintar kemudian akhirnya
meninggalkan mereka berdua sengaja. Sambil terheran dengan perasaan sakit di
dadanya itu, Lintar pun masuk ke dalam kamar dan segera membanting diri ke
kasur putih miliknya itu.
Lama ia terbenam dalam pikirannya sendiri. Namun, ada
kalanya sesekali ia melirik kearah kasur Rio yang berada di sebelahnya. Helaan
nafas yang cukup panjang kemudian membiarkannya agak sedikit merasa lega. Entah
apa yang dipikirkan olehnya, Lintar masih merasakan perasaan aneh di dalam
hatinya dan masih belum bisa melepaskannya meskipun berkali kali mencoba untuk
melupakan.
"Lintar!" suara Rio terdengar jelas begitu
terdengar suara pintu terbuka dari kamar itu. Lintar segera bangun dan menatap
kearah lelaki yang masuk ke kamar miliknya juga.
"Ya?" tanya Lintar reflek.
"Mandi duluan sana, abis itu gua gantian," kata Rio
menarik tangan Lintar kearah kamar mandi, "atau mau gua mandiin?"
tanya Rio sambil tertawa membuat Lintar segera melepaskan tangan Rio dari
pergelangan tangannya.
"Aku bisa mandi sendiri kok," jawab Lintar
kemudian masuk ke kamar mandi sambil dengan logat aslinya itu.
Srrr… bunyi shower kamar mandi terdengar dari luar. Membuat
Rio hanya bisa terkekeh geli karena tidak
biasanya Lintar langsung melakukan hal yang disuruh olehnya.
Biasanya juga Lintar akan beradu mulut dulu dengannya.
"Alvin…! Alvin!" panggil Rio berbisik pada Alvin
yang menunggu di luar, "sini.. sini!" Rio melambaikan tangannya pada
Alvin menyuruhnya masuk ke dalam.
"Kenapa io?" tanya Alvin sambil masuk ke kamar
finalis Idola Ciilk 3 itu.
"Ssssh!" Rio menjitak kepala lelaki itu, "gua
mau ngejailin Lintar," kata Rio sambil berjalan perlahan ke depan pintu
kamar mandi. Rio kemudian mengeluarkan sebuah kunci dari dalam kantongnya.
Melihat itu Alvin hanya tersenyum lebar mengerti apa yang akan Rio lakukan.
CKLEK! Pintu itu dikunci rapat oleh Rio sambil tertawa
pelan.
"Caw!" kata Alvin menarik tangan Rio keluar dari
ruangan itu sambil tertawa. Keduanya kemudian berlari meninggalkan kamar
tersebut sambil menahan tawanya yang tak terbendung,
"HAHAHAHAHAHAHA!" tawa mereka berdua begitu keluar dari kamar,
"parah…!" kata Rio sampai berjongkok masih tertawa.
"Hahaha, eh, pfft... Rio, kebawah yuk makan
malem," kata Alvin kembali menarik tangan Rio yang masih tertawa saja.
Keduanya pun akhirnya berjalan ke lantai dasar yang kemudian membawa mereka
sampai di kafetaria gedung asrama Idola Cilik dan duduk di sana. Dilihatnya ada
Gabriel dan Obiet yang masih makan awkwardly berdua.
"Hey," Alvin duduk di meja yang sama dengan
Gabriel dan Obiet membuat keduanya sempat kaget karena ada orang yang tiba-tiba
duduk didekat mereka, sesaat seketika itu wajah Gabriel langsung terlihat
sedikit muram namun masih tetap mencoba untuk tersenyum kearahnya. Rio pun juga
ikut duduk di sebelah Alvin sambil memperhatikan kedua orang di depannya itu.
"Yo, Vin, io" sapa Gabriel kemudian pindah
duduknya semakin mendekat kearah Obiet, "makan juga?" tanya Gabriel
pada Rio dan Alvin. Keduanya mengangguk sambil kemudian bersiap memakan makanan
yang telah mereka beli sebelumnya.
"Gab, udah pangkat apa lo?" tanya Alvin sambil
memakan makanannya dan menatap kerah Gabriel yang sedang mencubit pipi Obiet,
lelaki yang sadar sedang diperhatikan segera menoleh kearah Alvin dan
mengangkat alisnya seraya menyuruh lelaki itu mengulang pertanyaannya,
"pangkat PB lo apa?" tanya Alvin untuk yang kedua kalinya pada
Gabriel.
"Oooh, stuck sih gua, udah jarang maen sekarang,"
jawab Gabriel masih tersenyum senang. Sementara Alvin hanya bisa melihat lelaki
itu dengan wajah aneh saja, dan sesekali melihat kearah Obiet yang memakan
spaghetti miliknya dengan menunduk dan wajah yang memerah.
"Balik ah yuk, Vin, kasian Lintar," kata Rio
berdiri sambil mengeluarkan barang-barang dari dalam kantongnya, "duitku
mana sih?" tanya Rio mencari uang di sakunya. Namun Alvin yang baru saja
mulai makan menarik Rio kembali untuk duduk di tempat itu.
"Nanti aja, bentar lagi," kata Alvin membuat Rio
kembali terduduk, "santai aja io, Lintar gak akan marah kok" lanjut
Alvin memakan burger sapi yang dipesannya. Rio kemudian hanya menghela nafas
sambil memperhatikan Gabriel yang menjahili Obiet yang sedang makan
disebelahnya.
"Gabriel gangguin Obiet terus sih, hahaha" tawanya
senang mengomentari kedua orang yang makan di seberangnya itu. Seperti nyamuk
yang terbang, Alvin dan Rio sama sekali tidak digubris oleh Gabriel kecuali
benar itu sesuatu yang perlu ditanggapi.
"Wooooy!" Patton tiba-tiba duduk di sebelah Obiet
membuat mereka berempat yang ada di meja itu kaget, "kaget semua dong,
hahaha" tawanya kemudian memakan roti coklat yang dipesannya.
"Vin, balik yuk ah!" Rio berdiri kembali mengajak
Alvin yang sudah selesai memakan burger miliknya itu, "perasaan gua gak
enak nih," kata Rio lagi menarik tangan Alvin.
"Wah parah, aku baru dateng kalian pergi," kata
Patton meminum susunya, "eh, Obiet, minta dong~" Patton mengambil
spaghetti dari piring Obiet membuat Obiet dan Gabriel memandang kearah Patton
bersamaan.
"Nggak bukan gitu, cuma kayaknya ada yang salah
aja," kata Rio kemudian segera berlari meninggalkan mereka semua termasuk
Alvin. Segeralah lelaki bergaya rambut modern itu berlari mengejar Rio yang
sudah duluan pergi kembali ke kamarnya.
"Buh!" Patton berdiri dan berjalan meninggalkan
Obiet dan Gabriel di meja makan itu, "jagain makananku ya, aku mau beli
susu lagi," ujar Patton pada mereka berdua dari kejauhan. Gabriel kemudian
menatap kearah Obiet yang masih terdiam.
"Kok diem Biet? Gak mau spaghettinya? Buat aku aja
sini…" tarik Gabriel mengambil piring Obiet, tapi Obiet masih terdiam
terpaku menatap kedepan dengan tatapan kosong.
"Gabriel," panggil Obiet menoleh dan menatap
Gabriel pelan,
"Ya?" Gabriel yang hanya bisa tersenyum lebar
menatap lelaki polos yang memanggilnya barusan, "kenapa Biet?" tanya
Gabriel mengembalikan piring Obiet ke hadapan lelaki itu.
"Itu kunci apa…?" tanya Obiet polos. Gabriel
memandang kearah meja di hadapan Obiet. Kalau saja tidak diberitahukan olehnya,
mungkin Gabriel tidak akan mengambil kunci itu dari atas meja.
"Kunci siapa…?" tanya Gabriel bergumam melihat
kunci itu.
...
...
"Kuncinya mana?!" teriak Rio gaje di depan
kamarnya, menyadari kunci itu tak lagi berada di dirinya, "Alvin, kuncinya
mana?" tanya Rio menarik kerah baju lelaki di hadapannya.
"Nggak tau Rio!" Alvin juga ikut panik melihat
kepanikan Rio yang mondar mandir kesana kemari. Akhirnya pun ia memutuskan
untuk mengikuti Rio masuk ke kamarnya kembali, "mending bilang terus terang
aja deh," kata Alvin pada Rio.
"Lintaaar!" teriak Rio memanggil.
"Ah Rio! Rio aku kekunci!" teriak Lintar dari
dalam kamar mandi. Suaranya seperti orang yang ingin menangis membuat Rio
bukannya panik malah jadi ingin tertawa, "tolongin Rio!" teriak Lintar
lagi dan kini Rio malah tertawa tak bersuara karena tak dapat membendung lagi
tawanya.
"Rio! Kuncinya!" kata Alvin sadar yang juga baru
saja ikut tertawa karena melihat Rio tertawa, "kuncinya jangan lupa!"
Alvin menepuk pundak lelaki yang masih terjongkok tertawa itu.
"Lintar! Gua lupa kuncinya dimana.. hahaha… nanti aku
cari dulu ya, hahaha" Rio kemudian sambil mencoba meredakan tawanya keluar
kamar dan berakhir diam di tembok depan kamarnya, "Sialan.. Lucu
bangetlah!" gumam Rio memukul mukul tembok di depan kamarnya membuat Alvin
hanya terdiam melongo menatapnya.
"Rioooo!" teriak Patton berlari dari ujung
koridor, membuat kedua lelaki itu segera menoleh dan menatap Patton yang
berlari dengan kecepatan penuh kearah mereka. Berhasil mengerem dengan
sempurna, Patton malah bangga sendiri terhadap tingkahnya.
"Gila, keren banget aku ngepas gini!" kata Patton
senang.
"Apa heh? Apaan Ton?" tanya Rio memotong
kebahagiaan Patton, "mau bagi-bagi chitato ya?" tanya Rio tersenyum
senang.
"Riooo…" Patton dan Alvin berbarengan membuat Rio
kembali diam. Sambil merogoh kantung bajunya, Patton kemudian mengeluarkan
sebuah kunci yang tentu saja bentuknya sangat dikenal oleh Rio, "ini nih,
Gabriel bilang kayaknya ini punya kamu, bener gak?" tanya Patton
memberikannya.
"Iya bener," kata Rio kemudian segera mengambil
kunci tersebut dan mengantonginya.
"Oiya, Vin, katanya suruh ke kamar Irsyad, mau nanya pb
tuh dia. Entah kesambet apa," kata Patton menyuruh, "duluan ya Rio,
Alvin" Patton kemudian berlari kembali dengan semangat kekamarnya yang
sebenarnya jaraknya hanya 5 kamar dari tempat mereka berdiri sekarang.
"Rio, Rio!" Alvin memanggil lelaki itu, "gua
ke Irsyad bentar ya!" kata Alvin kemudian berjalan meninggalkan kamar Rio
dan Lintar. Sementara Rio, ia masih terdiam melihat kunci itu ada di tangannya.
"Oiya lupa!" Rio segera masuk kembali ke kamarnya
dan berjalan ke depan kamar mandi. Dibukanya pintu kamar mandi itu dan terlihat
Lintar yang tengah terduduk di pojok ruangan dengan wajah hampir menangis dan
kesal, "maap Tar, sengaja, hehehe" kata Rio mengulurkan tangannya seraya
menginginkan Lintar menarik tangannya dan memaafkannya.
". . ." Lintar menatap Rio yang tersenyum padanya
sambil segera berdiri. Lalu didorongnya tubuh lelaki yang lebih tinggi darinya
itu dan keluar dari kamar mandi. Rio hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan
keluar dari kamar mandi.
"Lintar!" Rio berjalan mendekat kearah Lintar yang
telah menelungkupkan badannya di kasur, "Lintaaaar!" Rio mengoyak
tubuh lelaki itu, tapi Lintar sama sekali tak bergeming.
Semalaman suntuk itu, mereka sama sekali tak bicara
setelahnya. Sesungguhnya Rio merasa bersalah karena hal ini, tapi melihat
tingkah Lintar yang cuek padanya dan mencoba menghindarinya malah membuat
lelaki yang satu ini merasa senang sehingga membiarkan hal ini terus berlanjut.
...
...
Pagi harinya,
"Lintar cepetan," kata Rio menyuruh lelaki itu
keluar dari kamar, "Uncle Joe bilang kita harus latihan jam 7 ini,"
lanjutnya sambil memain-mainkan kartu kunci kamar. Tapi karena tak ada jawaban
dari Lintar, Rio akhirnya memutuskan untuk masuk kembali ke kamarnya dan
melihat apa yang dilakukan oleh Lintar. Begitu masuk kembali dalam kamarnya, ia
melihat Lintar yang sedang terduduk di kasur sambil memakai sepatunya,
"cepetaaan…" kata Rio kesal, "atau mau gua kunci lagi kayak
kemarin?" tanya Rio dengan nada jahil. Tapi kemudian sesaat setelah
kata-kata itu keluar dari mulut Rio, sebuah pukulan tiba-tiba saja mengenai
perutnya.
BUKH!
"Ugh…" Rio memegangi perutnya yang sakit karena
pukulan Lintar barusan sampai membuat ia terguling di kasur Lintar.
"Jangan main main!" kata Lintar kesal sambil
keluar dari kamar itu meninggalkan Rio sendirian.
"Ugh…" Rio masih memegangi perutnya, "sakit
sih.. tapi fuh.. hahahaha..!" tiba-tiba saja ada sebuah perasaan
menggelitik dalam hatinya, perasaan senang yang jauh melebihi rasa sakit di
perutnya membuatnya malah ingin tertawa dibandingkan merintih menangis
kesakitan, "adududuh!" rintihnya kembali merasakan sakit, "duh,
hahaha, sial, lama-lama gua bisa jadi masochist kalo sama dia," senyumnya
sambil kemudian bangkit dan berjalan keluar kamar masih memegangi perutnya yang
sakit.
Hari itu adalah hari terakhir mereka gladibersih untuk acara
Grand Final Idola Cilik 3. Latihan sudah dipersiapkan matang-matang. Benar
benar hari yang full of exercise, penuh dengan latihan.
Hari itu juga Rio dan Lintar tak peduli lagi masalah mereka
berdua. Setelah memukul Rio untuk yang kedua kalinya saat latihan berlangsung,
mungkin Lintar merasa lega telah membalaskan kekesalannya hingga tak bisa lagi
untuk mengabaikan Rio. Mungkin juga bukan karena alasan itu ia tidak bisa
mengabaikannya, tapi sudahlah, Lintar tidak menyadarinya saat itu.
"Pokoknya tampil yang terbaik!" kata Gabriel
sambil mengumpulkan semua tangan para anggota Icil Divo, "Rio dan Lintar
udah jadi anggota kita, kita harus semangat!" kata Gabriel lagi diikuti
'oi' dari semuanya, "Icil Divoooo…!" teriak Gabriel.
"Oi oi oi!" teriak semuanya sambil meneriaki
jargonnya beberapa kali dengan semangat.
"Dah, pulang pulaang… istirahaat, besok tampil…"
kata Kiki bubaran sambil terduduk sebentar di kursi. Rio yang juga baru selesai
itu entah kenapa segera mencari sosok Lintar yang ternyata sudah tak lagi ada
diantara barisan para lelaki yang menari gaje disana.
Rio kemudian segera kembali ke kamar kalau-kalau Lintar
sudah ke kamar terlebih dahulu daripada dirinya. Tetapi sesampainya ia
dikamarnya, tentu saja Rio tidak melihat adanya sosok yang ia cari disana.
"Ya iyalah! Kuncinya aja gua yang bawa!" ucapnya
sambil menepuk kepalanya sendiri. Segeralah ia masuk ke kamar mandi dan mandi.
Berharap Lintar sudah kembali setelah ia selesai. Ia ingin sekali memberitahu
pada lelaki itu kalau dialah yang akan memenangkan Icil ke tiga ini. Walaupun
kelihatan seperti belum tahu, sebenarnya para anggota Idola Cilik telah
diberitahukan terlebih dahulu sebelum ia pulang ataupun menang.
Lintar kemana siiiih?
Pikir Rio keluar dari kamar mandi. Jam di dinding sudah
menunjukkan waktu pukul 10 malam dan Lintar belum juga kembali ke kamar. Entah
kenapa perasaan Rio sedikit tidak enak karenanya.
"Rioooo~!" teriak Alvin dari luar, "gua masuk
yaaa!" teriaknya lagi kemudian membuka pintu kamar Rio dan Lintar. Dengan
segera Rio merubuhkan tubuhnya di kasur dan berpura pura tidur disana, sengaja
membiarkan dirinya tak ingin bertemu dengan lelaki itu, "yaelah.. udah
tidur…" ucap Alvin melihat kearah Rio, "yaudah deh, dadaah, met
tidur, io. Mimpiin gua ya, haha" tawa Alvin kemudian keluar dari kamar
itu. Setelah suara pintu yang kembali tertutup itu, hening pun kembali
dirasakan Rio di kamar itu.
"Haha," tawa Rio kemudian terduduk dan membenarkan
kasurnya yang cukup acak-acakan itu.
Cklek! Bunyi pintu kamar itu terbuka lagi. Membuat Rio
dengan sigap kembali berpura-pura tidur kalau-kalau Alvin kembali lagi. Namun
tiba-tiba saja ia mendengar suara shower di kamar mandi hidup.
Lintar kah?
Pikirnya terduduk. Tak lama setelah itu, karena sudah
terlanjur terlihat tertidur, akhirnya Rio kembali berpura-pura tidur dan
membiarkan dirinya untuk tetap bersabar untuk memberitahukan pada Lintar kalau
ia berhasil mengalahkan dirinya dan mendapat juara pertama.
". . ." sejenak Rio merasakan hawa dingin
menyentuh kulit tangannya. Kemudian ia merasakan bagian perutnya terasa hangat
dan terasa seperti ada butiran air panas di bajunya, saat itulah Rio terbangun
dan kaget mendapati Lintar yang menangis di dirinya.
"Kenapa lo Tar? Kok nangis?" tanyanya benar-benar
kaget karena baru kali ini ia melihat wajah Lintar yang menangis, benar-benar
menangis, "tenang Tar, gua belum mati kok, hahaha" tawanya sambil
mengelus kepala Lintar.
"Rio… a-aku… aku gak nyangkaaaa… " ucapnya terbata
mencoba menyusun kata-kata yang tepat.
"Gak nyangka apa? Lo juara satu?" tanya Rio
mengusap air mata lelaki yang menangis di depannya itu, "saking senengnya
sampe nangis lah, haha-"
"Bukan itu!" kata Lintar berdiri. Kemudian
tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Rio erat-erat hingga membuat lelaki yang tadi
sempat pura-pura tidur itu kaget dan juga sedikit merasa bahagia, "aku gak
mau juara satuuu…" lanjutnya berkata para Rio, "aku tau kamu yang
lebih pantes daripada aku…" Lintar mendekap Rio semakin erat.
"Jadi karena itu..?" tanya Rio, "yaelahh, Tar
lagian kenapa juga siih…?" tanya Rio melepas pelukan Lintar, "jangan
bilang sebenernya lou nge-fans ya sama guaa..? hahaha" Rio tertawa sambil
menepuk pundak Lintar berkali kali. Yang ditanya malah diam dengan wajah yang
cukup memerah.
"Em…." Lintar terdiam dan berhenti menangis
memandang Rio yang masih saja tertawa.
"Kalo gak mau jadi juara satu, yaudah sini biar gua aja
yang juara satu," kata Rio menatap kearah Lintar, "inget gak dulu
pernah taruhan? Kalo gua yang menang, lo bakalan lari keliling lapangan asrama
lima kali 'kan?" Rio melihat Lintar, "jadi, kalo gua yang
menaaang...…" senyum Rio melihat kearah Lintar. sementara lelaki itu hanya
bisa terdiam sejenak berpikir, "nah, yaudah, bisa kok diganti.. gua
ngomong sama pak produser nih," kata Rio turun dari kasurnya dan berjalan
keluar kamar.
"Tunggu!" Lintar menarik tangan Rio, "aku gak
mau lari lima keliling!" kata Lintar kesal akhirnya, membuat Rio kembali
tersenyum melihat kemarahan lelaki itu.
"Tadi lo bilangnya gamau juara satu…." Kata Rio
berjalan lagi, tapi Lintar segera menarik baju Rio hingga longgar, "eeeh!
Jangan ditarik!" kata Rio marah.
"Aku gamau lari lima keliling pokoknya!" kata
Lintar, "jangan bilang pak produser!" lanjut Lintar lagi dengan nada
agak sedikit mengancam. Membuat Rio harus memalingkan wajahnya untuk tersenyum
lebar sebelum kembali berwajah serius pada Lintar.
"Ya salah lo-nya gakmau nerima kenyataan!" lanjut
Rio melepaskan tangan Lintar dari bajunya dan berjalan keluar. Rio hanya
tersenyum mendengar suara langkah kaki Lintar yang mengejarnya.
"Rioo!" saat Lintar hendak menarik tangan Rio,
tiba-tiba saja Rio mendorong Lintar ke tembok dan membuat lelaki itu bungkam
karena wajah mereka yang terlalu dekat, ". . ." Lintar menatap Rio
dengan tatapan kaget, "ngapain sih?! lepasin!" kata Lintar sadar
tangannya digenggam kuat oleh Rio yang ada di depannya.
"Hehehe," Rio menunduk tertawa melihat ekspresi
Lintar, "tenang Tar, gua gak akan bilang ke pak produser kok, gua tau kalo
lo emang nge-fans sama gua," ujarnya senyum sambil mengarahkan matanya
kearah lain. Kemudian menatap Lintar dan membuat lelaki yang ditatap jadi
kaget, "lo memang kayak cewek ya, Tar" kata Rio lagi lalu hendak
mencium Lintar. Tapi kemudian ia terhenti karena ingin tertawa melihat ekspresi
Lintar yang kaget dan wajahnya yang memerah. Tidak seperti biasanya dia tidak
marah dibilang seperti perempuan. Tidak seperti saat Daud yang mengatakannya.
"A-..a-aku…!"
...................................................
YAAAAA!!! Kalo mau tau apa yang bakal diomongin Lintar dan
apa yang terjadi sebenarnya saat Grandfinal, baca sendiri deh di ADMIRING YOU <<
click
Seperti biasanya mimin akan posting gambar mereka :')
(Rio, kak Okky, Lintar)
(dari kiri: Rio dan Lintar)
(dari kiri: Rio dan Lintar)
(dari kiri: Rio dan Lintar)
BERIKUT VIDEO SAAT RIO X LINTAR GRANDFINAL <3
(spoiler dari story: Rio meluk Lintar sambil bisik,
"selamat ya," ke Lintar) <3
Sekian dari mimin.
Salam Admin Plafor.