Kamis, 22 Agustus 2013

Admiring You 1 (fic)

Akhirnya Yuzu-chan posting Admiring You nih, kasih trailer dikit lah :')

Admiring You (short fanfiction by: EgoistYuzuriha)
Rated : M (for some reason)
Pairing : Rio x Lintar, Gabriel x Obiet


!alert : this contain a boy x boy theme, if you don't like don't read! 


Lihatlah kearahnya; tubuhnya tinggi, wajahnya tampan, suaranya pun indah merdu menghanyutkanmu dalam setiap bait nada lagu yang ia nyanyikan. Sedangkan aku? Kecilpun iya, wajahku juga tak tampan sepertinya, apalagi suaraku juga tak seindah miliknya dan tidak mungkin bisa menandingi dirinya. Lalu apa yang membuatku bisa sampai di sini? Aku sendiri pun tak tau apa yang bisa membuatku bisa sampai di Grand Final Idola Cilik 3 bersamanya.

Meski saat ini kami adalah rival, diam diam aku mengagumi sosok itu. Sosok yang menjadi panutanku untuk tetap membuatku maju.


ADMIRING YOU 1


"Tar, Lintar!" panggil Rio merangkul Lintar dengan tiba-tiba. Namun, tangan itu segera ditepis oleh pemiliknya karena tidak suka jika ada seseorang yang merangkulnya. Sambil menatap matanya yang bulat itu, Rio hanya memperlihatkan sebuah senyuman kecil dari bibirnya, membuat Lintar hanya terdiam melihatnya, "mau kemana? Latihan kan?" tanyanya lagi.

"Bukannya masih istirahat?" tanya Lintar tidak percaya; mengingat kak Uchi baru saja mengatakannya 10 menit yang lalu pada Lintar. Benar. Dua hari lagi adalah Grand Final Idola Cilik 3. Penentuan terakhir dari peperangan diantara kedua cowok itu telah membuat keduanya mau tidak mau harus nonstop berlatih untuk acara tersebut.

"Yeee, dibilangin gapercaya," kata Rio menarik tangan Lintar dan berjalan berbalik arah, "yuk ah caw balik ke ruangan,"

"Gausah narik narik," Lintar melepaskan tangannya dari genggaman tangan Rio. Sementara Rio hanya tersenyum dan kembali berjalan namun kali ini malah menarik baju Lintar, membuat cowok yang ditarik bajunya itu jadi marah dan kesal, "Gak usah narik narik kan aku bilang!" kata Lintar lagi melepaskan cengkraman tangan Rio dari bajunya.

"Kalo gak ditarik, lonya pasti gak percaya dan gak mau," ucap Rio menjulurkan lidahnya sambil dengan wajah mengejek, sementara Lintar hanya diam membuang muka saja karena tidak mau menanggapi.

Kedua lelaki itu akhirnya berjalan masuk kembali ke ruangan kak Uchi. Dilihatnya beberapa anak Idola Cilik tengah berada di sana terlihat sedang menunggu dengan wajah malas, bagaimana tidak? Mereka sudah mengorbankan waktu istirahat mereka untuk latihan, sementara kak Uchi sendiri juga malah tidak ada di ruangan itu, membuat mereka semakin kesal saja.

"Nih udah gua bawa Lintarnya," kata Rio kemudian menutup pintu. Lintar melihat kearah para anggota Icil Divo disana, "ngapain berdiri? Latian!" kata Rio mendorong Lintar untuk berjalan.

"Gausah didorong juga kali, io" kata Alvin mendekat kearah mereka berdua. Lintar menatap cowok bertampang chinese itu dan berakhir diam memalingkan wajahnya.

"Latihan lagi?" tanya Lintar pada yang lain.

"Iya nih, katanya istirahatnya nanti," ucap Patton berwajah kesal, "aaaa~! Pengen istirahaaa~t!" teriaknya melengking di mic membuat sebuah suara 'ngiiiiing' dari mic tersebut. Untunglah semua orang segera menutup telinganya sebelum suara itu bisa membuat telinga mereka berdengung kuat.

"Biasa aja kali Ton-_-" Cakka duduk di karpet bersama dengan Kiki di sebelahnya yang hanya memperhatikan mereka semua,

"Terus, kak Uchi nya mana coba?" tanya Debo akhirnya ikut duduk di sebelah Kiki.

"Nggak tau tuh, carilah yuk!" kata Irsyad berdiri dan mengangkat tangan Cakka juga Obiet, "temenin nyaariin! Tadi dia yang nyuruh kita kesini tauk!" Irsyad berhasil membangunkan kedua temannya itu.

"Ikut dong~" ucap Gabriel merangkul Obiet sambil tersenyum senang, membuat cowok polos yang dirangkulnya itu hanya bisa terdiam merasakan tangan Gabriel yang erat memegangnya. Tanpa berpikir panjang atau menunggu lama lagi, akhirnya keempat lelaki itu pun pergi dari ruangan itu dan kini hanya menyisakan Alvin, Rio, Lintar, Kiki, Patton juga Debo yang saling diam.

"Cie, yang besok Grand Final," ujar Patton melihat kearah Rio yang sedang bermain handphone miliknya bersama Alvin dan kemudian melihat kearah Lintar yang terdiam melihat ke kertas lirik lagu Symphoni Cinta milik Chrisye, "kalian tuh sesama finalis kok kayak orang musuhan sih?" tanya Patton lagi terlihat kesal melihat atmosfir diantar Rio dan Lintar yang tak bersahabat.

"Asa aku sama Patton nggak sebegitunya," ujar Debo kemudian membuka chitato yang dikeluarkan dari dalam tasnya, "ya gak Ton?" tanya Debo meyakinkan sambil menatap Patton, yang ditanya mengangguk saja, "serius amat sih kalian, udahlah, pasti juri juga udah tau siapa pemenangnya, woles aja, yang penting tampilin yang terbaik aja" lanjut Debo menyarankan.

"Iya makanya… eh, minta!" Patton mengambil chitato rasa barbeque itu dari tangan Debo dengan bringas.

"Chitato lah!" Rio melihat kearah chitato milik Debo dengan mata bersinar, "mau dong~!" teriaknya senang mengambil chitato tersebut, "sebenarnya kita biasa aja kok, ya gak Tar?" tanya Rio kemudian duduk di sebelah Lintar merangkul lelaki yang masih menatap kearah kertas lirik lagu tersebut.

"Hmm…?" Lintar melihat ke sekelilingnya dan kaget mendapati muka Rio yang begitu dekat dengannya, "apaan?" tanyanya kemudian berdiri dan menjauhi lelaki itu. Melihat reaksi lelaki itu yang seperti tak ingin di dekatnya, Rio hanya menghela nafas saja sambil menjawab,

"Nggaaaakk…" kata Rio kemudian kembali berdiri dan duduk di sebelah Alvin, mengambil paksa handphone miliknya dan bermain kembali dengan wajah kesal, membuat Kiki hanya tersenyum geli melihat tingkah kedua anak itu.

"Gimana kalo kita-…!" belum selesai Debo berbicara, pintu didepannya terbuka dan memperlihatkan sosok perempuan paruh baya bergaya muda disana, tersenyum pada mereka semua. Dibelakangnya terlihat Irsyad, Cakka, Obiet dan Gabriel mengekorinya, "yaaaah~" desah Debo kecewa.

"Ayo semua yok, kumpul dulu sini!" kak Uchi memberi arahan kepada kesepuluh lelaki yang berada di tempat itu, "maaf ya ngambil waktu istirahat kalian, nanti kak Uchi ada perlu soalnya, kalian boleh langsung pulang habis ini," ujarnya sambil duduk di depan keyboard miliknya.

"Lagu apa kak?" tanya Cakka bersemangat.

"Simfoni Cinta, yuk mulai yuk," kak Uchi memainkan lagu Simfoni Cinta karya Chrisye dengan keyboard miliknya. Kemudian menatap Gabriel sambil memberi aba-aba pada lelaki itu.

"Alun sebuah simfoni…." Suara Gabriel memulai lagu.

...


...

"Lo itu benci gua apa gimana sih?" tanya Rio tiba-tiba saat ia berjalan kembali ke kamar bersama dengan Lintar di sebelahnya setelah selesai berlatih vokal barusan, "yaaaa, gak papa sih kalo lo gak suka," lanjut Rio sambil kedua tangannya di taruh di belakang kepalanya, senyuman jahil lagi lagi menghiasi wajahnya. Entah apa yang dipikirkannya.

"Memangnya kenapa?" tanya Lintar pelan,

"Hah? Lo tanya apa Tar?" tanya Rio mendekatkan dirinya pada Lintar, padahal ia mendengar jelas apa yang ditanya Lintar barusan. Tapi sepertinya kejahilan dalam dirinya membuatnya sengaja bertanya seperti itu pada cowok bernama lengkap Halilintar itu.

"Memangnya kenapa?!" tanya Lintar dengan nada kuat dan sampai berhenti berjalan hanya untuk menatap lelaki di belakangnya itu, sementara Rio hanya cengengesan saja melihatnya. Melihat Rio yang seperti itu, Lintar hanya bisa berdecak sambil menatapnya kemudian berjalan kembali.

"Eh, nggaaaak…" kata Rio kemudian merangkul Lintar dan menariknya paksa berjalan di sebelahnya, "Lo lucu banget sih, Tar," gumam Rio sambil menjawil pipi Lintar dengan sengaja. Mendengar itu, Lintar segera menepis tangan Rio dengan wajah sedikit memerah.

"Rio! Lintar!" teriak seseorang dari arah belakang membuat mereka berdua membalikkan badannya dan melihat siapa pemilik dari suara yang memanggil nama mereka berdua itu. Alvin berlari kecil menghampiri mereka dan sampai diantara mereka berdua, "Oi!" Alvin mengajak Rio tos versi mereka berdua dengan bahagia, membuat Lintar merasakan dadanya sedikit sakit melihat senyuman bahagia di wajah Rio.

"Aku duluan ya," kata Lintar kemudian akhirnya meninggalkan mereka berdua sengaja. Sambil terheran dengan perasaan sakit di dadanya itu, Lintar pun masuk ke dalam kamar dan segera membanting diri ke kasur putih miliknya itu.

Lama ia terbenam dalam pikirannya sendiri. Namun, ada kalanya sesekali ia melirik kearah kasur Rio yang berada di sebelahnya. Helaan nafas yang cukup panjang kemudian membiarkannya agak sedikit merasa lega. Entah apa yang dipikirkan olehnya, Lintar masih merasakan perasaan aneh di dalam hatinya dan masih belum bisa melepaskannya meskipun berkali kali mencoba untuk melupakan.

"Lintar!" suara Rio terdengar jelas begitu terdengar suara pintu terbuka dari kamar itu. Lintar segera bangun dan menatap kearah lelaki yang masuk ke kamar miliknya juga.

"Ya?" tanya Lintar reflek.

"Mandi duluan sana, abis itu gua gantian," kata Rio menarik tangan Lintar kearah kamar mandi, "atau mau gua mandiin?" tanya Rio sambil tertawa membuat Lintar segera melepaskan tangan Rio dari pergelangan tangannya.

"Aku bisa mandi sendiri kok," jawab Lintar kemudian masuk ke kamar mandi sambil dengan logat aslinya itu.

Srrr… bunyi shower kamar mandi terdengar dari luar. Membuat Rio hanya bisa terkekeh geli karena tidak 
biasanya Lintar langsung melakukan hal yang disuruh olehnya. Biasanya juga Lintar akan beradu mulut dulu dengannya.

"Alvin…! Alvin!" panggil Rio berbisik pada Alvin yang menunggu di luar, "sini.. sini!" Rio melambaikan tangannya pada Alvin menyuruhnya masuk ke dalam.

"Kenapa io?" tanya Alvin sambil masuk ke kamar finalis Idola Ciilk 3 itu.

"Ssssh!" Rio menjitak kepala lelaki itu, "gua mau ngejailin Lintar," kata Rio sambil berjalan perlahan ke depan pintu kamar mandi. Rio kemudian mengeluarkan sebuah kunci dari dalam kantongnya. Melihat itu Alvin hanya tersenyum lebar mengerti apa yang akan Rio lakukan.

CKLEK! Pintu itu dikunci rapat oleh Rio sambil tertawa pelan.

"Caw!" kata Alvin menarik tangan Rio keluar dari ruangan itu sambil tertawa. Keduanya kemudian berlari meninggalkan kamar tersebut sambil menahan tawanya yang tak terbendung, "HAHAHAHAHAHAHA!" tawa mereka berdua begitu keluar dari kamar, "parah…!" kata Rio sampai berjongkok masih tertawa.

"Hahaha, eh, pfft... Rio, kebawah yuk makan malem," kata Alvin kembali menarik tangan Rio yang masih tertawa saja. Keduanya pun akhirnya berjalan ke lantai dasar yang kemudian membawa mereka sampai di kafetaria gedung asrama Idola Cilik dan duduk di sana. Dilihatnya ada Gabriel dan Obiet yang masih makan awkwardly berdua.

"Hey," Alvin duduk di meja yang sama dengan Gabriel dan Obiet membuat keduanya sempat kaget karena ada orang yang tiba-tiba duduk didekat mereka, sesaat seketika itu wajah Gabriel langsung terlihat sedikit muram namun masih tetap mencoba untuk tersenyum kearahnya. Rio pun juga ikut duduk di sebelah Alvin sambil memperhatikan kedua orang di depannya itu.

"Yo, Vin, io" sapa Gabriel kemudian pindah duduknya semakin mendekat kearah Obiet, "makan juga?" tanya Gabriel pada Rio dan Alvin. Keduanya mengangguk sambil kemudian bersiap memakan makanan yang telah mereka beli sebelumnya.

"Gab, udah pangkat apa lo?" tanya Alvin sambil memakan makanannya dan menatap kerah Gabriel yang sedang mencubit pipi Obiet, lelaki yang sadar sedang diperhatikan segera menoleh kearah Alvin dan mengangkat alisnya seraya menyuruh lelaki itu mengulang pertanyaannya, "pangkat PB lo apa?" tanya Alvin untuk yang kedua kalinya pada Gabriel.

"Oooh, stuck sih gua, udah jarang maen sekarang," jawab Gabriel masih tersenyum senang. Sementara Alvin hanya bisa melihat lelaki itu dengan wajah aneh saja, dan sesekali melihat kearah Obiet yang memakan spaghetti miliknya dengan menunduk dan wajah yang memerah.

"Balik ah yuk, Vin, kasian Lintar," kata Rio berdiri sambil mengeluarkan barang-barang dari dalam kantongnya, "duitku mana sih?" tanya Rio mencari uang di sakunya. Namun Alvin yang baru saja mulai makan menarik Rio kembali untuk duduk di tempat itu.

"Nanti aja, bentar lagi," kata Alvin membuat Rio kembali terduduk, "santai aja io, Lintar gak akan marah kok" lanjut Alvin memakan burger sapi yang dipesannya. Rio kemudian hanya menghela nafas sambil memperhatikan Gabriel yang menjahili Obiet yang sedang makan disebelahnya.

"Gabriel gangguin Obiet terus sih, hahaha" tawanya senang mengomentari kedua orang yang makan di seberangnya itu. Seperti nyamuk yang terbang, Alvin dan Rio sama sekali tidak digubris oleh Gabriel kecuali benar itu sesuatu yang perlu ditanggapi.

"Wooooy!" Patton tiba-tiba duduk di sebelah Obiet membuat mereka berempat yang ada di meja itu kaget, "kaget semua dong, hahaha" tawanya kemudian memakan roti coklat yang dipesannya.

"Vin, balik yuk ah!" Rio berdiri kembali mengajak Alvin yang sudah selesai memakan burger miliknya itu, "perasaan gua gak enak nih," kata Rio lagi menarik tangan Alvin.

"Wah parah, aku baru dateng kalian pergi," kata Patton meminum susunya, "eh, Obiet, minta dong~" Patton mengambil spaghetti dari piring Obiet membuat Obiet dan Gabriel memandang kearah Patton bersamaan.

"Nggak bukan gitu, cuma kayaknya ada yang salah aja," kata Rio kemudian segera berlari meninggalkan mereka semua termasuk Alvin. Segeralah lelaki bergaya rambut modern itu berlari mengejar Rio yang sudah duluan pergi kembali ke kamarnya.

"Buh!" Patton berdiri dan berjalan meninggalkan Obiet dan Gabriel di meja makan itu, "jagain makananku ya, aku mau beli susu lagi," ujar Patton pada mereka berdua dari kejauhan. Gabriel kemudian menatap kearah Obiet yang masih terdiam.

"Kok diem Biet? Gak mau spaghettinya? Buat aku aja sini…" tarik Gabriel mengambil piring Obiet, tapi Obiet masih terdiam terpaku menatap kedepan dengan tatapan kosong.

"Gabriel," panggil Obiet menoleh dan menatap Gabriel pelan,

"Ya?" Gabriel yang hanya bisa tersenyum lebar menatap lelaki polos yang memanggilnya barusan, "kenapa Biet?" tanya Gabriel mengembalikan piring Obiet ke hadapan lelaki itu.

"Itu kunci apa…?" tanya Obiet polos. Gabriel memandang kearah meja di hadapan Obiet. Kalau saja tidak diberitahukan olehnya, mungkin Gabriel tidak akan mengambil kunci itu dari atas meja.

"Kunci siapa…?" tanya Gabriel bergumam melihat kunci itu.

...

...

"Kuncinya mana?!" teriak Rio gaje di depan kamarnya, menyadari kunci itu tak lagi berada di dirinya, "Alvin, kuncinya mana?" tanya Rio menarik kerah baju lelaki di hadapannya.

"Nggak tau Rio!" Alvin juga ikut panik melihat kepanikan Rio yang mondar mandir kesana kemari. Akhirnya pun ia memutuskan untuk mengikuti Rio masuk ke kamarnya kembali, "mending bilang terus terang aja deh," kata Alvin pada Rio.

"Lintaaar!" teriak Rio memanggil.

"Ah Rio! Rio aku kekunci!" teriak Lintar dari dalam kamar mandi. Suaranya seperti orang yang ingin menangis membuat Rio bukannya panik malah jadi ingin tertawa, "tolongin Rio!" teriak Lintar lagi dan kini Rio malah tertawa tak bersuara karena tak dapat membendung lagi tawanya.

"Rio! Kuncinya!" kata Alvin sadar yang juga baru saja ikut tertawa karena melihat Rio tertawa, "kuncinya jangan lupa!" Alvin menepuk pundak lelaki yang masih terjongkok tertawa itu.

"Lintar! Gua lupa kuncinya dimana.. hahaha… nanti aku cari dulu ya, hahaha" Rio kemudian sambil mencoba meredakan tawanya keluar kamar dan berakhir diam di tembok depan kamarnya, "Sialan.. Lucu bangetlah!" gumam Rio memukul mukul tembok di depan kamarnya membuat Alvin hanya terdiam melongo menatapnya.

"Rioooo!" teriak Patton berlari dari ujung koridor, membuat kedua lelaki itu segera menoleh dan menatap Patton yang berlari dengan kecepatan penuh kearah mereka. Berhasil mengerem dengan sempurna, Patton malah bangga sendiri terhadap tingkahnya.

"Gila, keren banget aku ngepas gini!" kata Patton senang.

"Apa heh? Apaan Ton?" tanya Rio memotong kebahagiaan Patton, "mau bagi-bagi chitato ya?" tanya Rio tersenyum senang.

"Riooo…" Patton dan Alvin berbarengan membuat Rio kembali diam. Sambil merogoh kantung bajunya, Patton kemudian mengeluarkan sebuah kunci yang tentu saja bentuknya sangat dikenal oleh Rio, "ini nih, Gabriel bilang kayaknya ini punya kamu, bener gak?" tanya Patton memberikannya.

"Iya bener," kata Rio kemudian segera mengambil kunci tersebut dan mengantonginya.

"Oiya, Vin, katanya suruh ke kamar Irsyad, mau nanya pb tuh dia. Entah kesambet apa," kata Patton menyuruh, "duluan ya Rio, Alvin" Patton kemudian berlari kembali dengan semangat kekamarnya yang sebenarnya jaraknya hanya 5 kamar dari tempat mereka berdiri sekarang.

"Rio, Rio!" Alvin memanggil lelaki itu, "gua ke Irsyad bentar ya!" kata Alvin kemudian berjalan meninggalkan kamar Rio dan Lintar. Sementara Rio, ia masih terdiam melihat kunci itu ada di tangannya.

"Oiya lupa!" Rio segera masuk kembali ke kamarnya dan berjalan ke depan kamar mandi. Dibukanya pintu kamar mandi itu dan terlihat Lintar yang tengah terduduk di pojok ruangan dengan wajah hampir menangis dan kesal, "maap Tar, sengaja, hehehe" kata Rio mengulurkan tangannya seraya menginginkan Lintar menarik tangannya dan memaafkannya.

". . ." Lintar menatap Rio yang tersenyum padanya sambil segera berdiri. Lalu didorongnya tubuh lelaki yang lebih tinggi darinya itu dan keluar dari kamar mandi. Rio hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan keluar dari kamar mandi.

"Lintar!" Rio berjalan mendekat kearah Lintar yang telah menelungkupkan badannya di kasur, "Lintaaaar!" Rio mengoyak tubuh lelaki itu, tapi Lintar sama sekali tak bergeming.

Semalaman suntuk itu, mereka sama sekali tak bicara setelahnya. Sesungguhnya Rio merasa bersalah karena hal ini, tapi melihat tingkah Lintar yang cuek padanya dan mencoba menghindarinya malah membuat lelaki yang satu ini merasa senang sehingga membiarkan hal ini terus berlanjut.

...

...

Pagi harinya,

"Lintar cepetan," kata Rio menyuruh lelaki itu keluar dari kamar, "Uncle Joe bilang kita harus latihan jam 7 ini," lanjutnya sambil memain-mainkan kartu kunci kamar. Tapi karena tak ada jawaban dari Lintar, Rio akhirnya memutuskan untuk masuk kembali ke kamarnya dan melihat apa yang dilakukan oleh Lintar. Begitu masuk kembali dalam kamarnya, ia melihat Lintar yang sedang terduduk di kasur sambil memakai sepatunya, "cepetaaan…" kata Rio kesal, "atau mau gua kunci lagi kayak kemarin?" tanya Rio dengan nada jahil. Tapi kemudian sesaat setelah kata-kata itu keluar dari mulut Rio, sebuah pukulan tiba-tiba saja mengenai perutnya.

BUKH!

"Ugh…" Rio memegangi perutnya yang sakit karena pukulan Lintar barusan sampai membuat ia terguling di kasur Lintar.

"Jangan main main!" kata Lintar kesal sambil keluar dari kamar itu meninggalkan Rio sendirian.

"Ugh…" Rio masih memegangi perutnya, "sakit sih.. tapi fuh.. hahahaha..!" tiba-tiba saja ada sebuah perasaan menggelitik dalam hatinya, perasaan senang yang jauh melebihi rasa sakit di perutnya membuatnya malah ingin tertawa dibandingkan merintih menangis kesakitan, "adududuh!" rintihnya kembali merasakan sakit, "duh, hahaha, sial, lama-lama gua bisa jadi masochist kalo sama dia," senyumnya sambil kemudian bangkit dan berjalan keluar kamar masih memegangi perutnya yang sakit.

Hari itu adalah hari terakhir mereka gladibersih untuk acara Grand Final Idola Cilik 3. Latihan sudah dipersiapkan matang-matang. Benar benar hari yang full of exercise, penuh dengan latihan.

Hari itu juga Rio dan Lintar tak peduli lagi masalah mereka berdua. Setelah memukul Rio untuk yang kedua kalinya saat latihan berlangsung, mungkin Lintar merasa lega telah membalaskan kekesalannya hingga tak bisa lagi untuk mengabaikan Rio. Mungkin juga bukan karena alasan itu ia tidak bisa mengabaikannya, tapi sudahlah, Lintar tidak menyadarinya saat itu.

"Pokoknya tampil yang terbaik!" kata Gabriel sambil mengumpulkan semua tangan para anggota Icil Divo, "Rio dan Lintar udah jadi anggota kita, kita harus semangat!" kata Gabriel lagi diikuti 'oi' dari semuanya, "Icil Divoooo…!" teriak Gabriel.

"Oi oi oi!" teriak semuanya sambil meneriaki jargonnya beberapa kali dengan semangat.

"Dah, pulang pulaang… istirahaat, besok tampil…" kata Kiki bubaran sambil terduduk sebentar di kursi. Rio yang juga baru selesai itu entah kenapa segera mencari sosok Lintar yang ternyata sudah tak lagi ada diantara barisan para lelaki yang menari gaje disana.

Rio kemudian segera kembali ke kamar kalau-kalau Lintar sudah ke kamar terlebih dahulu daripada dirinya. Tetapi sesampainya ia dikamarnya, tentu saja Rio tidak melihat adanya sosok yang ia cari disana.

"Ya iyalah! Kuncinya aja gua yang bawa!" ucapnya sambil menepuk kepalanya sendiri. Segeralah ia masuk ke kamar mandi dan mandi. Berharap Lintar sudah kembali setelah ia selesai. Ia ingin sekali memberitahu pada lelaki itu kalau dialah yang akan memenangkan Icil ke tiga ini. Walaupun kelihatan seperti belum tahu, sebenarnya para anggota Idola Cilik telah diberitahukan terlebih dahulu sebelum ia pulang ataupun menang.

Lintar kemana siiiih?

Pikir Rio keluar dari kamar mandi. Jam di dinding sudah menunjukkan waktu pukul 10 malam dan Lintar belum juga kembali ke kamar. Entah kenapa perasaan Rio sedikit tidak enak karenanya.

"Rioooo~!" teriak Alvin dari luar, "gua masuk yaaa!" teriaknya lagi kemudian membuka pintu kamar Rio dan Lintar. Dengan segera Rio merubuhkan tubuhnya di kasur dan berpura pura tidur disana, sengaja membiarkan dirinya tak ingin bertemu dengan lelaki itu, "yaelah.. udah tidur…" ucap Alvin melihat kearah Rio, "yaudah deh, dadaah, met tidur, io. Mimpiin gua ya, haha" tawa Alvin kemudian keluar dari kamar itu. Setelah suara pintu yang kembali tertutup itu, hening pun kembali dirasakan Rio di kamar itu.

"Haha," tawa Rio kemudian terduduk dan membenarkan kasurnya yang cukup acak-acakan itu.

Cklek! Bunyi pintu kamar itu terbuka lagi. Membuat Rio dengan sigap kembali berpura-pura tidur kalau-kalau Alvin kembali lagi. Namun tiba-tiba saja ia mendengar suara shower di kamar mandi hidup.

Lintar kah?

Pikirnya terduduk. Tak lama setelah itu, karena sudah terlanjur terlihat tertidur, akhirnya Rio kembali berpura-pura tidur dan membiarkan dirinya untuk tetap bersabar untuk memberitahukan pada Lintar kalau ia berhasil mengalahkan dirinya dan mendapat juara pertama.

". . ." sejenak Rio merasakan hawa dingin menyentuh kulit tangannya. Kemudian ia merasakan bagian perutnya terasa hangat dan terasa seperti ada butiran air panas di bajunya, saat itulah Rio terbangun dan kaget mendapati Lintar yang menangis di dirinya.

"Kenapa lo Tar? Kok nangis?" tanyanya benar-benar kaget karena baru kali ini ia melihat wajah Lintar yang menangis, benar-benar menangis, "tenang Tar, gua belum mati kok, hahaha" tawanya sambil mengelus kepala Lintar.

"Rio… a-aku… aku gak nyangkaaaa… " ucapnya terbata mencoba menyusun kata-kata yang tepat.

"Gak nyangka apa? Lo juara satu?" tanya Rio mengusap air mata lelaki yang menangis di depannya itu, "saking senengnya sampe nangis lah, haha-"

"Bukan itu!" kata Lintar berdiri. Kemudian tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Rio erat-erat hingga membuat lelaki yang tadi sempat pura-pura tidur itu kaget dan juga sedikit merasa bahagia, "aku gak mau juara satuuu…" lanjutnya berkata para Rio, "aku tau kamu yang lebih pantes daripada aku…" Lintar mendekap Rio semakin erat.

"Jadi karena itu..?" tanya Rio, "yaelahh, Tar lagian kenapa juga siih…?" tanya Rio melepas pelukan Lintar, "jangan bilang sebenernya lou nge-fans ya sama guaa..? hahaha" Rio tertawa sambil menepuk pundak Lintar berkali kali. Yang ditanya malah diam dengan wajah yang cukup memerah.

"Em…." Lintar terdiam dan berhenti menangis memandang Rio yang masih saja tertawa.

"Kalo gak mau jadi juara satu, yaudah sini biar gua aja yang juara satu," kata Rio menatap kearah Lintar, "inget gak dulu pernah taruhan? Kalo gua yang menang, lo bakalan lari keliling lapangan asrama lima kali 'kan?" Rio melihat Lintar, "jadi, kalo gua yang menaaang...…" senyum Rio melihat kearah Lintar. sementara lelaki itu hanya bisa terdiam sejenak berpikir, "nah, yaudah, bisa kok diganti.. gua ngomong sama pak produser nih," kata Rio turun dari kasurnya dan berjalan keluar kamar.

"Tunggu!" Lintar menarik tangan Rio, "aku gak mau lari lima keliling!" kata Lintar kesal akhirnya, membuat Rio kembali tersenyum melihat kemarahan lelaki itu.

"Tadi lo bilangnya gamau juara satu…." Kata Rio berjalan lagi, tapi Lintar segera menarik baju Rio hingga longgar, "eeeh! Jangan ditarik!" kata Rio marah.

"Aku gamau lari lima keliling pokoknya!" kata Lintar, "jangan bilang pak produser!" lanjut Lintar lagi dengan nada agak sedikit mengancam. Membuat Rio harus memalingkan wajahnya untuk tersenyum lebar sebelum kembali berwajah serius pada Lintar.

"Ya salah lo-nya gakmau nerima kenyataan!" lanjut Rio melepaskan tangan Lintar dari bajunya dan berjalan keluar. Rio hanya tersenyum mendengar suara langkah kaki Lintar yang mengejarnya.

"Rioo!" saat Lintar hendak menarik tangan Rio, tiba-tiba saja Rio mendorong Lintar ke tembok dan membuat lelaki itu bungkam karena wajah mereka yang terlalu dekat, ". . ." Lintar menatap Rio dengan tatapan kaget, "ngapain sih?! lepasin!" kata Lintar sadar tangannya digenggam kuat oleh Rio yang ada di depannya.

"Hehehe," Rio menunduk tertawa melihat ekspresi Lintar, "tenang Tar, gua gak akan bilang ke pak produser kok, gua tau kalo lo emang nge-fans sama gua," ujarnya senyum sambil mengarahkan matanya kearah lain. Kemudian menatap Lintar dan membuat lelaki yang ditatap jadi kaget, "lo memang kayak cewek ya, Tar" kata Rio lagi lalu hendak mencium Lintar. Tapi kemudian ia terhenti karena ingin tertawa melihat ekspresi Lintar yang kaget dan wajahnya yang memerah. Tidak seperti biasanya dia tidak marah dibilang seperti perempuan. Tidak seperti saat Daud yang mengatakannya.

"A-..a-aku…!"

...................................................


YAAAAA!!! Kalo mau tau apa yang bakal diomongin Lintar dan apa yang terjadi sebenarnya saat Grandfinal, baca sendiri deh di ADMIRING YOU << click


Seperti biasanya mimin akan posting gambar mereka :')

 (Rio, kak Okky, Lintar)

 (dari kiri: Rio dan Lintar)

(dari kiri: Rio dan Lintar)


(dari kiri: Rio dan Lintar)


BERIKUT VIDEO SAAT RIO X LINTAR GRANDFINAL <3
(spoiler dari story: Rio meluk Lintar sambil bisik, "selamat ya," ke Lintar) <3





 Gimana-gimana? Itu sesuatu banget kan? :'3 mimin jadi seneng bacanya /eh yaudah segitu dulu aja. Selamat membaca dan bersenang-senang!

Sekian dari mimin.

Salam Admin Plafor.

1 komentar:

  1. Terimakasih, postingan-nya sangat bagus sekali. Senang sekali berkunjung ke blog anda. saya bantu share ya gan? semoga dapat bermanfaat buat kita semua. Amin :D :D

    BalasHapus